Selasa, 15 September 2009

Minum Susu, Siapa Takut?

Sensitif Susu?
Bayangkan situasi ini, si dia sudah menggunakan pakaian seksi di ranjang dan menggoda Anda dengan penuh kemanjaan. Anda pun sudah mulai tegoda dan mulai menyentuhnya. Tapi tiba-tiba, “kruk..kruk..kruk”, bunyi-bunyi aneh serta merta terdengar dari perut Anda. Hal kecil ini pastinya sudah membuat suasana romantis menjadi serba kacau. Diperparah lagi, bunyi-bunyian tersebut semakin terdengar keras dan perut Anda pun semakin perih.

Kalau sudah begini, tidak hanya mood yang hilang, si dia pun menjadi sebal dengan tolakan Anda atas ajakannya. Tapi bagaimana tidak mau menolak, kondisi perut memang tidak bisa diajak kompromi. Setelah Anda ingat-ingat kembali, ternyata makanan yang terakhir Anda konsumsi hanyalah susu. Tidak ada makanan pedas dan jajanan tidak higienis yang Anda makan. Apakah susu adalah biang sumber permaslahannya? Padahal orang lain dapat bebas minum susu untuk memenuhi keinginannya membentuk tubuh atletis.

Mungkin beberapa dari Anda ada juga yang mengalami gejala serupa seperti: mulas-mulas, sakit perut hingga diare setelah mengonsumsi susu atau produk yang mengandung susu. Coba ingat, kapankah terakhir Anda minum susu. Kalau Anda mengalami gejala tersebut, kemungkinan besar Anda mengalami intoleransi laktosa.

Frekuensi tinggi pada orang Asia
Intoleransi laktosa adalah ketidakmampuan sistem tubuh untuk memecah laktosa (jenis gula yang ditemukan di susu dan produk-produk susu) karena kurangnya enzim laktase. Akibatnya, laktosa tidak dapat diserap oleh sistem pencernaan dan tertinggal di usus. Laktosa tersebut ”dimakan” oleh bakteri di usus yang menghasilkan gas. Proses ini juga yang mengakibatkan gejala-gejala seperti kram perut, flatulensi dan diare. Hal yang sama terjadi seperti kasus diatas.

Apa penyebab kurangnya enzim laktase? Ada dua faktor utama, yaitu lingkungan dan genetik. Seseorang yang dibesarkan di lingkungan tanpa kebiasaan mengonsumsi produk susu, misalnya masyarakat Asia dan Afrika, bisa mengalami intoleransi laktosa.

Penyebab lain adalah infeksi parasit usus seperti giardia. Dari sisi genetik, suatu tim peneliti dari University of California menemukan adanya variasi pada DNA yang memunculkan sifat intoleransi laktosa. Jadi jangan heran jika suku bangsa yang berbeda, bahkan antarindividu dalam suku bangsa yang sama, menampilkan respon tubuh yang berbeda terhadap konsumsi produk susu.

Sekitar 75% penduduk dunia mengalami intoleransi laktosa, yang mayoritas ditemukan pada penduduk Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Di Asia sendiri, terutama Asia Tenggara, hampir 100% penduduknya memiliki intoleransi laktosa. Pria dan wanita memiliki kemungkinan sama besar untuk mengalaminya, terutama pada usia 20-40 tahun.

Pilih susu yang tepat
Untuk menghindari gejala-gejala yang tidak diinginkan akibat intoleransi laktosa, biasakan minum susu secara bertahap terlebih dulu, sehingga pencernaan dapat beradaptasi untuk memproduksi kembali enzim laktase dalam jumlah yang cukup. Setelah terbiasa dan tidak ada keluhan, maka Anda dapat mengonsumsi susu dalam takaran yang sesuai dengan saran penyajian. Selain itu, Anda juga dapat mengurangi produk yang mengandung laktosa tinggi seperti susu dan produknya (mentega, es krim, keju dan lain-lain). Susu sapi segar mengandung sekitar 4,7% laktosa.

Lalu bagaimana kita memenuhi kebutuhan nutrisi, terutama protein? Bukankah susu merupakan sumber nutrisi yang sangat penting dan wajib dikonsumsi setiap hari? Lalu bagaimana dengan penderita intoleransi laktosa, apakah mereka seterusnya tidak boleh minum susu? Tentu saja tidak. Sebagai sumber protein, kalsium, vitamin dan mineral yang dibutuhkan sehari-hari, susu tetap harus dikonsumsi semua orang. Solusi untuk penderita intoleransi laktosa adalah memilih susu rendah laktosa (misalnya yoghurt dan kefir) atau susu dari bahan dasar tumbuhan yang 100% bebas laktosa seperti susu kedelai. (yun)
- 16 Juli 2008

Sumber :
http://www.nutrifood.co.id/id/minum-susu-siapa-takut
17 September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar